“Jangan nangis, kamu kan laki-laki” adalah salah satu dari banyaknya ungkapan yang ditujukkan untuk laki-laki sedari kecil. Akibatnya, tanpa disadari banyak laki-laki yang tumbuh dengan banyak menahan emosi dan perasaan. Padahal emosi yang tidak disalurkan dapat mempengaruhi kondisi mental seorang laki-laki. Di bawah ini terdapat beberapa alasan mengapa laki-laki memilih untuk menyembunyikan emosi:
Masyarakat masih sering memandang rendah dan lemah siapapun yang mengungkapkan emosi. Namun hal ini lebih ditekankan pada bagaimana laki-laki dianggap lemah karena mengekspresikan emosinya.
Stigma ini mengakar dan menganggap bahwa laki-laki yang menunjukkan emosi adalah pribadi yang lemah dan dinilai tidak bisa mengendalikan emosi. Sehingga banyak laki-laki yang memilih untuk menyembunyikan kesedihan, ketakutan dan apa yang sebenarnya mereka rasakan.
Padahal mengendalikan emosi dan mengungkapkan emosi adalah hal yang berbeda. Mengungkapkan emosi adalah hal yang wajar dan perlu dilakukan setiap orang dan memang benar emosi harus disalurkan agar tidak menumpuk.
Sementara mengendalikan emosi adalah berarti mampu mengenali, membedakan, mengatur dan menyalurkan emosi pada waktu dan hal yang tepat. Artinya, justru dengan menyembunyikan emosi berarti seseorang belum mampu mengendalikan emosinya.
Baca Juga: Emotional Numbness, Ketika Kamu Merasakan Kekosongan Emosi
Tidak hanya dianggap lemah, laki-laki yang menunjukkan emosi kerap kali mendapat respon yang tidak menyenangkan. Mereka mendapatkan reaksi negatif dari sekeliling mereka serta perlakuan kurang menyenangkan.
Belum lagi beberapa orang tua mungkin memberikan hukuman jika anak laki-laki mereka menangis dan marah. Mereka pun tumbuh dan memilih untuk menyembunyikan emosinya agar tidak terluka atau agar tidak menimbulkan perselisihan dan konflik.
Respon yang seharusnya diberikan saat seseorang mengungkapkan emosi adalah menerima dengan sepenuhnya, biarkan mereka melepas apa yang mereka rasakan tanpa ditahan-tahan. Pada saatnya mereka sudah selesai melepaskan emosinya barulah bisa kita dekati dan tanyakan apa yang membuatnya merasa seperti itu.
Belajar mendengar aktif saat mereka sedang menjelaskan emosinya, pelan-pelan ketika mereka merasa aman dalam mengungkapkan emosi, kita bisa masuk untuk memberikan saran dan cara yang lebih baik untuk mengekspresikannya.
Terus memendam emosi hingga dewasa adalah hasil dari bagaimana pola asuh, didikan hingga pengalaman masa kecil yang laki-laki rasakan. Masih banyak orang tua dan pengasuh yang menilai dan menganggap bahwa perasaan anak laki-laki tidak penting. Tidak jarang yang menilainya sebagai sesuatu yang abnormal.
Sehingga dengan berjalannya waktu mereka belajar untuk terus menyembunyikan perasaan dan emosinya sejak kecil. Sekalipun mereka kehilangan kendali dan mengungkapkan emosi, mereka merasa sangat menyesal, tidak aman dan memilih untuk meredamnya.
Karena itu penting sekali untuk setiap orang tua telah dewasa secara emosional sehingga mampu memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik kepada anak laki-laki tentang emosi mereka. Ajarkan pula mereka dengan memberikan contoh yang baik dan nyata bagaimana cara yang lebih sehat dan baik dalam mengungkapkan emosi.
Baca Juga: Childhood Emotional Neglect, Luka Pengabaian Emosional Masa Kecil
Alasan utama laki-laki memendam emosinya adalah untuk melindunginya dari luka akibat respon negatif yang ia terima, salah satunya adalah karena mereka takut dihakimi. Tidak selesai dengan dari bagaimana mereka dianggap lemah, banyak juga orang yang lanjut menghakimi laki-laki yang mengekspresikan emosi.
Biasanya mereka mengait-ngaitkan emosi tersebut dengan hal-hal yang tidak mendasar dan hal yang belum tentu benar. Tidak jarang mereka menganggap laki-laki seakan-akan telah melakukan hal yang tidak baik, menyerupai perempuan dan sebagainya.
Tentunya hal ini membuat laki-laki merasa tidak aman dan bahkan juga meragukan diri mereka sendiri. Siapapun tidak ada yang ingin dihakimi hal-hal yang tidak benar sehingga mereka akan menghindari melakukan perilaku tersebut di kemudian hari.
Meskipun mengungkapkan emosi masih banyak dipandang sebelah mata, namun perempuan mungkin diberikan kebebasan untuk mengekspresikan emosinya. Sedangkan laki-laki diarahkan untuk tidak menunjukkan dan memendam emosinya. Padahal tidak ada keistimewaan antara laki-laki maupun perempuan, karena mereka sama-sama manusia yang perlu mengungkapkan emosinya.
Buruknya, masalah gender ini terus menjamur dan bahkan menjadi paham yang seolah tepat kebenarannya. Tidak heran bagaimana masalah ini terus menerus tersampaikan dari generasi tua hingga generasi mudah yang akan datang.
Karena itu perlu adanya kesadaran untuk mulai melihat laki-laki sebagai seorang manusia yang utuh alih-alih melihatnya dari segi kekuatan dan tanggung jawab. Laki-laki juga berhak untuk bercerita, mengungkapkan perasaan dan menyampaikan emosinya tanpa syarat. Dengan begitu tidak adanya kesenjangan tingkat kesehatan mental antara laki-laki dan perempuan.
Baca Juga: Toxic Masculinity: Beratnya Menjadi Laki-Laki dengan Masalah Kesehatan Mental
Belajar mulai membiasakan diri untuk tidak menyembunyikan emosi tentu bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika sudah dilakukan selama bertahun-tahun dan emosi yang dikumpulkan sudah semakin parah.
Kalau kamu laki-laki yang sulit untuk mengungkapkan emosi dan perasaan, kamu bisa coba untuk melakukan konseling bersama psikolog dari Ibunda.id. Disini, kamu bebas untuk bercerita dan mengungkapkan apapun yang menjadi beban berat batinmu yang selalu kamu sembunyikan.
Atau kamu juga bisa belajar untuk mengekspresikan emosi tanpa harus diungkapkan dan belajar cara mengelola stres harian lewat program pengembangan diri di Insightme.id dalam Art Gathering Chapter Jakarta: “The Art of Releasing Tension and Hidden Emotions” bersama Anette Isabella Ginting, M.Psi., Psikolog.
Kunjungi website Ibunda.id dan Insighme.id untuk info lengkapnya!
Referensi:
- Healthline
- Psychologs
Seseorang yang berada dalam fase depresi seringkali merasa sedih, merasa bersalah, putus asa, mudah tersinggung, kehilangan motivasi beraktivitas, dan ...
Mayoritas orang berpikir, psikolog anak diperlukan hanya ketika anak mengalami kesulitan belajar, gangguan emosi, ataupun permasalahan perilaku yang s ...
Seseorang yang tumbuh dewasa tanpa figur Ayah seringkali merasakan ada bagian dari dirinya yang hilang. Meskipun Ibu berusaha sangat keras mengambil a ...
Silakan verifikasi email '' untuk menggunakan layanan Ibunda.id